Monday, February 15, 2010

Memahami Syariah

Perkataan syariah berasal dari kalimah Arab as-Syarî’ah. Oleh kerana asalnya dari kata Arab maka pengertiannya harus kita fahami sesuai dengan kefahaman orang-orang Arab sebagai pemilik bahasa itu.

Menurut Ibn al-Manzhur dalam bukunya Lisân al’Arab mengulas bahawa secara bahasa kalimah syariah ada beberapa maksud. Antara maksudnya adalah masyra’ah al-mâ’ مشرعة الماء (sumber air). Sumber air pula tidak namakan syarî’ah شريعة kecuali airnya sangat melimpah-limpah dan tidak kering-kering. Perkataan syarî’ah شريعة itu asalnya dari kata kerja syara’a شرع . Menurut ar-Razi dalam Mukhtâr-us Shihah, kata syara'a شرع berarti nahaja نهج (menempuh), awdhaha أوضح (menjelaskan) dan bayyan-al masâlik بيّن المسالك (menunjukkan jalan). Sedangkan ungkapan syara’a lahum شرع لهم – yasyra’u

يشرع

syar’an

شرعا

er

tinya adalah sanna سنّ (menetapkan). Menurut Al-Jurjani pula, syarî’ah boleh bermaksud mazhab dan tharîqah mustaqîmah /jalan yang lurus. Jadi erti kata syarî’ah dari sudut bahasa banyak ertinya. Ungkapan syari’ah Islamiyyah yang kita bicarakan maksudnya bukanlah tidak merujuk kepada pengertian bahasa itu.

Suatu istilah sering dipakai untuk menyebut pengertian tertentu yang berbeza dengan erti bahasanya. Pengertian yang baru itu menjadi biasa dipakai dan mentradisi. Akhirnya setiap kali istilah itu disebut, ia langsung difahami dengan pengertian baru yang berbeza dengan erti bahasanya.

Perkataan syarî’ah juga seperti itu, para ulama akhirnya menggunakan istilah syarîah dengan erti yang berbeza dengan erti bahasanya lalu mentradisi. Maka setiap kali disebut kata syarî’ah ia langsung difahami dengan ertinya secara tradisi itu.

Imam al-Qurthubi menyebut bahwa syarî’ah artinya adalah agama yang ditetapkan oleh Allah swt untuk hamba-hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan. Hukum dan ketentuan Allah itu disebut syariat karena memiliki kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Makanya menurut Ibn-ul Manzhur syariat itu ertinya sama dengan agama.

Pengertian syariat Islam boleh kita peroleh dengan menggabungkan pengertian syariat dan Islam. Untuk kata Islam, secara bahasa ertinya inqiyâd (tunduk) dan istislâm li Allah (berserah diri kepada Alah). Hanya saja al-Quran menggunakan kata Islam untuk menyebut agama yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad saw.Firman Allah :

] الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا [

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (al-Mâ’idah : 3)

Wednesday, February 03, 2010

Kesan Maksiat

Ibn Qayyim menggambarkan perbuatan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu akan dapat menutup hati, pendengaran, dan penglihatan. Lalu terkuncilah hatinya, tersumbat kalbunya, karena ia penuh dengan kotoran yang berkarat. Allah yang membolak-balikkan hatinya itu sehingga dia tidak teguh pada pendirian, membuat jarak antara diri dan hatinya. Allah akan membuatnya lupa untuk berzikir dan membuat lupa dirinya sendiri.

Allah menelantarkan orang-orang berbuat maksiat dengancara tidak membersihkan hatinya. Maksiat membuat seseorang sesak dada, sukar bernafas seperti naik ke angkasa, hatinya dijauhkan dari kebenaran, menambahpara penyakit dengan penyakit lain, dan akan tetap sakit.


Seperti yang diterangkan oleh Imam Ahmad, dari Hudhaifah ra, ia berkata, ‘hati itu ada empat keadaani’.

Pertama, yaitu hati bersih yang memiliki lampu yang menerangi. Itulah hati orang mukmin.

Kedua, hati yang tertutup, yaitu hati orang kafir.

Ketiga, hati yang terbalik, yaitu orang munafik.

Keempat, hati yang ada dua unsur kebendaan, didalamnya,unsur keimanan dan kemunafikan. Unsur mana pun yang menguasainya maka unsur itu membentuk peribadinya.

Hakikatnya, kemaksiatan juga menjauhkan seseorang dari ketaatan kepada Allah, menjadikan hati tuli dan enggan mendengarkan kebenaran. Selalu menolak kebenaran, dan membuat seseorang buta dan enggan melihat kebenaran. Perumpamaan antara hatinya dan kebenaran yang tidak bermanfaat adalah seperti antara telinga dan suara, antara mata dan warna, serta antara lidah orang bisu dengan ucapannya. Sebenarnya, hakikat kebutaan, ketulian, dan kebisuan hati adalah hakikat cacat yang sebenarnya, cacat akan zat, dan cacat organ sekaligus.

Kerana sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada”. (Al-Hajj : 46).

Bukannya ayat itu menafikan buta jasmani, sebab Allah berfirman :

Tidak ada halangan bagi orang buta”. (An-Nur : 61)

Dia (Muhammad) bermuka masa dan berpaling karena telah datang seoran buta”. (‘Abasa :1-2)

Kemudian yang dimaksud ayat diatas itu, kebutaan yang sempurna dan yang sebenarnya adalah kebutaan hati. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam :

"Bukanlah orang yang kuat itu orang yang kuat dalam bergusti, akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai hawa nafsunya ketika marah”. Dan sabda baginda lainnya : “Bukanlah orang-orang miskin itu orang yang berkeliling yang datang padamu yang minta sesuap makanan, akan tetapi orang miskin yang tidak meminta-minta kepada orang dan tidak diketahui orang tetapi ia diberi sedekah”. (Riwayat Bukhari).

Kesimpulannya maksiat menyebabkan kebutaan, ketulian, dan kebisuan hati.

Selanjutnya, maksiat dapat menyebabkan runtuhnya hati seperti runtuhnya suatu bangunan ke dalam bumi, hingga menyebabkan jatuh hatinya pada derajat yang paling bawah. Tanda-tanda keruntuhan hati tidak terasa oleh pemiliknya. Tanda-tanda runtuhnya hati biasanya berlaku pada hal-hal yang hina, keji, rendah, dan kotor. Seorang ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya hati kita ini berkeliling. Ada yang berkeliling di sekitar 'arsy (singgasana Allah), tetapi juga ada pula hati yang di sekitar tempat-tempat yang kotor-kotor.

Maksiat juga dapat mengubah bentuk hati atau mengutuk, sebagaimana dikutuknya rupa zahir makhluk menjadi binatang. Akibatnya, hati berubah menjadi bentuk binatang dalam perilaku, watak, dan kelakuannya. Ada hati yang dikutuk menjadi bentuk babi, anjing, khimar, ular, kelajengking, atau watak-watak binatang tersebut. Sufyan ats-Tsauri menafsirkan ayat “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dalam bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu”.(Al-An’am : 38).

“Diantara mereka ada yang memiliki akhlak (perilaku) seperti binatang buas, juga yang memiliki perilaku anjing, perilaku babi, perilaku khimar, atau ada juga yang suka menghiasi pakaiannya seperti burung merak, atau ada juga yang bodoh seperti khimar. Ada yang lebih suka mengutamakan orang lain atas dirinya seperti ayam sabung. Ada juga yang sangat jinak dan penurut seperti burung dara, ada juga yang sangat pendendam seperti unta, ada juga yang baik seperti kambing, dan ada juga yang mirip serigala, dan lainnya”. Jika persamaan watak dan perilaku ini menguat secara batin, maka akan nampak wujudnya dalam bentuk lahir yang mampu dilihat orang yang firasatnya kuat. Allah akan mengubah bentuk fisiknya dengan bentuk binatang yang perilakuknya diserupai. Sebagaimana apa yang dilakukan oleh Allah kepada orang Yahudi dan orang yang menyerupai mereka, di mana mereka dikutuk menjad babi dan anjing.

Betapa banyak hati yang sakit, tanpa dirasakan oleh pemiliknya, betapa banyak hati yang dikutuk, da nhati yang runtuh. Betapa banyak orang yang terfitnah oleh pujian manusia, orang yang tertipu, karena perilakunya ditutupi oleh Allah. Ini semua adalah hukuman dan penghinaan Allah kepada ahli maksiat.

Allah juga menjadikan makar bagi ahli maksiat, ia akan ditipu oleh para penipu, ditertawakan, dan disesatkan dari jalan kebenaran oleh orang yang hatinya sesat. Maksiat juga membalikkan hati, dan hati akan melihat kebenaran sebagai kebathilan, kebathilan sebagai kebenaran, makruf sebagai mungkar, dan mungkar sebagai yang makruf. Ia berbuat kerusakan, tetapi merasa berbuat kebaikan. Ia menghalangi manusia dari jalan Allah, tetapi ia merasa mengajak ke jalan kebenaran. Ia mendapat kesesatan akan tetapi merasa mendapat petunjuk dari Allah. Dia mengkuti hawa nafsu, namun merasa sebagai orang yang thaat kepda Allah. Ini semua adalah hukuman bagi ahli maksiat yang mengenai hati manusia.

Maksiat juga menghijab hati dari Allah di dunia dan hijab terbesar adalah ketika hari kiamat. Allah berfirman :

“.. Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat Tuhan mereka”. (Al-Muthaffifin : 15).