Apabila Adullah Gul hendak dicalonkan menjadi Presiden Turki, keadaan isterinya yang bertudung amat diberi perhatian dan dianggap mengancam pegangan sekulerisme Turki. Satu ketika dahulu, seorang ahli Parlimen yang bertudung juga diambil tindakan kerana 'kesalahan' yang tak dan tak bukan adalah bertudung.
Memetik dari artikel di http://www.eramuslim.com/ di bawah, ternyata isteri Bapa Sekulerisme Turki pun bertudung. Kenapa di kalangan generasi sekularis hari ini, ia dipermasalahakan ?
===========================================================
Turki memang melarang keras seorang Muslimah memakai jilbab. Tapi ternyata ada fakta sejarah yang cukup mencengangkan. Bapak pendiri sekulerisme Turki Mushtafa Kamal Ataturk, memiliki isteri yang juga berjilbab. Aneh ya.
Ini sebenarnya bukanlah fakta baru, mengingat dalam sejumlah foto ditampilkan Ataturk sedang berpose dengan sang isteri yang berjilbab.
Isteri Ataturk yang bernama Lathifa Osaki, adalah perempuan berjilbab atau dikenal dengan istilah sharashaf, pakaian jilbab hitam khas Turki. Mirip dengan pakaian jubah yang banyak dipakai Muslimah di Timur Tengah. Tapi mungkin, ambisi sekulerisme yang membuat banyak orang-orang sekuler Turki yang ‘buta’ terhadap fakta itu.
Dan dengan terpilihnya Gul sebagai Presiden Turki, yang juga isterinya berjilbab, maka jilbab pun untuk pertama kalinya dibolehkan dikenakan di istana kepresidenan Turki pada tanggal 29 Agustus 2007. Khairu Nisa, isteri Gul, yang berjilbab sebenarnya mengulang sejarah Turki di masa kepemimpinan Ataturk yang juga isterinya berjilbab.
Jilbab bakal jadi fenomena baru di Turki. Sesuai perkiraan yang dilansir harian Hurriet, Turki, lima tahun ke depan akan terjadi perubahan besar di ruang pemerintah dan parlemen Turki. Salah satunya yang paling mencolok adalah jumlah perempuan pemakai jilbab yang semakin banyak.
Setelah itu, gelombang jilbab juga bakal menggejala di berbagai instansi pemerintah Turki. Ini tentu erat kaitannya dengan kemenangan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berakar Islam, sekaligus kemenangan Abdullah Gul dari AKP yang juga memiliki isteri berjilbab. Ini adalah isteri pejabat tinggi Turki kedua yang berjilbab, setelah sebelumnya disandang oleh isteri PM Turki Erbakan.
Nah, terkait jumlah para pemakai jilbab di parlemen Turki yang akan menjadi fenomenal dalam tahun-tahun mendatang adalah berdasarkan hitungan kemenangan AKP, di mana 235 para wakil rakyat dari total 550 orang di Parlemen Turki, adalah perempuan yang memakai jilbab.
Seperti diketahui, Muslimah Turki mengalami tekanan terkait pemakaian jilbab sejak tahun 1924, saat keruntuhan Khilafah Turki Utsmani sekaligus berdirinya negara sekuler Turki pimpinan Mushtafa Kamal Ataturk. Sejak itu, jilbab dibersihkan dari sekolah tinggi dan instansi pemerintah. Sebagian Muslimah bahkan ada memilih untuk keluar dari kegiatan belajar karena menolak melepas jilbab, sementara sebagian lain terpaksa melepas jilbabnya di lingkungan kampus dan kantor pemerintah.
Masih belum lepas dari ingatan, kasus jilbab ini terus memanas setiap pergantian tahun ajaran baru di Turki. Pemberitaan media massa selalu saja menurunkan laporan aparat keamanan bersenjata Turki yang meningkatkan penjagaan untuk melarang Muslimah berjilbab masuk kampus. Tidak sedikit pula Muslimah yang akhirnya dijebloskan ke penjara karena melakukan pembelaan diri untuk tetap bisa mengikuti pelajaran di kampus dengan tetap memakai jilbab.
Dan meski AKP telah meraih kemenangan besar pada pemilu 2002, ternyata jilbab masih tetap menjadi barang haram di perguruan tinggi dan instansi pemerintah Turki. Hal ini masih terus berlaku hingga saat sekarang. Padahal, dalam penelitian saat ini, ada 65% perempuan Turki yang kini mengenakan jilbab. Kemenangan telak AKP pada pemilu lalu, mudah-mudahan berdampak pada perubahan undang-undang yang akan membolehkan pemakai jilbab. Dan itu memang sudah mulai hangat dibicarakan oleh para aktifis AKP, untuk segera merevisi undang-undang anti jilbab.
Jika itu terjadi dan berhasil, berarti perjuangan panjang Muslimah berjilbab berakhir di sini, setelah sebelumnya selama 83 tahun mereka berada di bawah tekanan sekulerisme ekstrim yang melarang jilbab. (na-str/iol)
Ini sebenarnya bukanlah fakta baru, mengingat dalam sejumlah foto ditampilkan Ataturk sedang berpose dengan sang isteri yang berjilbab.
Isteri Ataturk yang bernama Lathifa Osaki, adalah perempuan berjilbab atau dikenal dengan istilah sharashaf, pakaian jilbab hitam khas Turki. Mirip dengan pakaian jubah yang banyak dipakai Muslimah di Timur Tengah. Tapi mungkin, ambisi sekulerisme yang membuat banyak orang-orang sekuler Turki yang ‘buta’ terhadap fakta itu.
Dan dengan terpilihnya Gul sebagai Presiden Turki, yang juga isterinya berjilbab, maka jilbab pun untuk pertama kalinya dibolehkan dikenakan di istana kepresidenan Turki pada tanggal 29 Agustus 2007. Khairu Nisa, isteri Gul, yang berjilbab sebenarnya mengulang sejarah Turki di masa kepemimpinan Ataturk yang juga isterinya berjilbab.
Jilbab bakal jadi fenomena baru di Turki. Sesuai perkiraan yang dilansir harian Hurriet, Turki, lima tahun ke depan akan terjadi perubahan besar di ruang pemerintah dan parlemen Turki. Salah satunya yang paling mencolok adalah jumlah perempuan pemakai jilbab yang semakin banyak.
Setelah itu, gelombang jilbab juga bakal menggejala di berbagai instansi pemerintah Turki. Ini tentu erat kaitannya dengan kemenangan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berakar Islam, sekaligus kemenangan Abdullah Gul dari AKP yang juga memiliki isteri berjilbab. Ini adalah isteri pejabat tinggi Turki kedua yang berjilbab, setelah sebelumnya disandang oleh isteri PM Turki Erbakan.
Nah, terkait jumlah para pemakai jilbab di parlemen Turki yang akan menjadi fenomenal dalam tahun-tahun mendatang adalah berdasarkan hitungan kemenangan AKP, di mana 235 para wakil rakyat dari total 550 orang di Parlemen Turki, adalah perempuan yang memakai jilbab.
Seperti diketahui, Muslimah Turki mengalami tekanan terkait pemakaian jilbab sejak tahun 1924, saat keruntuhan Khilafah Turki Utsmani sekaligus berdirinya negara sekuler Turki pimpinan Mushtafa Kamal Ataturk. Sejak itu, jilbab dibersihkan dari sekolah tinggi dan instansi pemerintah. Sebagian Muslimah bahkan ada memilih untuk keluar dari kegiatan belajar karena menolak melepas jilbab, sementara sebagian lain terpaksa melepas jilbabnya di lingkungan kampus dan kantor pemerintah.
Masih belum lepas dari ingatan, kasus jilbab ini terus memanas setiap pergantian tahun ajaran baru di Turki. Pemberitaan media massa selalu saja menurunkan laporan aparat keamanan bersenjata Turki yang meningkatkan penjagaan untuk melarang Muslimah berjilbab masuk kampus. Tidak sedikit pula Muslimah yang akhirnya dijebloskan ke penjara karena melakukan pembelaan diri untuk tetap bisa mengikuti pelajaran di kampus dengan tetap memakai jilbab.
Dan meski AKP telah meraih kemenangan besar pada pemilu 2002, ternyata jilbab masih tetap menjadi barang haram di perguruan tinggi dan instansi pemerintah Turki. Hal ini masih terus berlaku hingga saat sekarang. Padahal, dalam penelitian saat ini, ada 65% perempuan Turki yang kini mengenakan jilbab. Kemenangan telak AKP pada pemilu lalu, mudah-mudahan berdampak pada perubahan undang-undang yang akan membolehkan pemakai jilbab. Dan itu memang sudah mulai hangat dibicarakan oleh para aktifis AKP, untuk segera merevisi undang-undang anti jilbab.
Jika itu terjadi dan berhasil, berarti perjuangan panjang Muslimah berjilbab berakhir di sini, setelah sebelumnya selama 83 tahun mereka berada di bawah tekanan sekulerisme ekstrim yang melarang jilbab. (na-str/iol)
No comments:
Post a Comment