Jangan Memandang Rendah Orang Berdosa
"Kemaksiatan yang menimbulkan rasa rendah hati dan harapan (akan rahmat dan kasih sayang Allah) lebih baik daripada taat yang membangkitkan rasa mulia diri dan keangkuhan." (Ibnu Atha'ilah).
Di suatu masa dahulu, ada seorang 'abid (ahli ibadah) dari kalangan Bani Israil. Masa sehariannya sentiasa diisi dengan taqarrub kepada Allah. Karena kesalehannya, Allah SWT selalu melindunginya. Ke mana pun ia pergi, awan-awan akan bergerak melindunginya dari sengatan sinar matahari, sehingga badannya tidak kepanasan.
Suatu hari, Allah SWT mempertemukan ahli ibadah ini dengan seorang wanita pelacur. Saat melihat sang 'abid, timbul dalam hati pelacur ini keinginan untuk bertobat. Ia mendekati 'abid ini dengan harapan agar ia sudi memintakan ampun kepada Allah. Namun apa yang terjadi? Saat pelacur itu mendekat, timbullah rasa jijik dalam hati sang 'abid. Dengan kata-kata menyakitkan, ia mengusir pelacur tersebut untuk menjauh darinya. Ia merasa dirinya suci dan takut kesuciannya ternoda oleh seorang pelacur rendahan.
Rasulullah SAW menceritakan akhir kisah ini bahwa Allah mengampuni seluruh dosa pelacur itu dan mencabut keistimewaan sang 'abid serta membatalkan semua amal yang pernah dilakukannya. Allah telah meletakkannya pada kedudukan yang hina. Sampai-sampai seorang lelaki berani memijak tengkuk ahli ibadah ini semasa ia bersujud di tempat tafakurnya.
Ibnu Atha'ilah dalam kitab Hikam mengulas kisah ini, "Sesungguhnya, kemaksiatan yang menimbulkan rasa rendah hati dan harapan (akan rahmat dan kasih sayang Allah) lebih baik daripada taat yang membangkitkan rasa mulia diri dan keangkuhan."
Saudaraku, tidak ada manusia sempurna di dunia ini, selain Rasulullah SAW. Semulia dan setinggi apa pun derajat seseorang, pasti ia pernah melakukan dosa dan kesalahan. Karena itu, tidak sepatutnya kita menghina dan merendahkan orang karena kesalahan dan dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Ketahuilah, saat kita menghina dan merendahkan mereka, sebenarnya saat itu pula kita telah merendahkan dan menginakan diri kita sendiri. Kecuali terhadap orang-orang yang memang telah direndahkan Allah.
Hakikatnya, selain dengan amal ibadah, Allah pun boleh sahaja mengangkat darjat seseorang karena dosa-dosanya. Bagaimana mungkin? Saat seseorang berdosa dan menyesali dosa-dosa yang dilakukannya, kemudian terus-menerus meminta ampun kepada Allah, ia pun gigih menjauhi dosa, serta berusaha menebus dosa-dosa tersebut dengan kebaikan, maka yakinlah, saat itu pula Allah SWT akan mengangkat darjatnya.
Firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS At Tahriim [66]: 8).
Saudaraku, jangan pernah menghina dan merendahkan orang lain karena kekurangannya. Apalagi kalau sampai meenghebahkannya samapai diketahui orang ramai. Kita dianggap baik oleh orang, hakikatnya karena Allah masih menutupi aib-aib kita. Jangan sampai anugerah Allah ini kita khianati. Menurut Rasulullah SAW, saat kita gemar membuka aib orang lain, maka Allah pun akan membukakan aib dan kekurangan kita kepada orang lain. Na'uzubillah! Maka jadikan diri kita umpama kuburan bagi aib orang lain. Saat mendengar aib saudara kita, segera kubur dan jangan sampai ia terdedah kecuali dalam keadaan yang dibenarkan agama.
Bagaimana caranya agar kita boleh bersikap adil melihat diri dan orang lain, supaya kita tidak terjebak ke dalam sikap merendahkan orang dan menganggap mulia diri? Berani mengakui kebaikan dan kelebihan orang lain. Bijak terhadap kekurangan dan kesalahan orang lain. Lihat kekurangan diri sendiri. Serta lupakan jasa dan kebaikan diri. Wallaahu a'lam.
( Diadaptassi dari Kolum KH Abdullah Gymnastiar di REPUBLIKA)
No comments:
Post a Comment