Friday, June 06, 2008

Masjid berkonsep liberal di Belanda

Golongan liberal dengan bantuan kuffar begitu gigih merosakkan Islam dari dalam. Setelah usaha melawan Islam secara konfrontal tidak berjaya, mereka menemui jalannya melalui golongan Islam yang merasa dipinggirkan oleh pendekatan konservatif di masjid-masjid yang ada sekarang. Idea progresif yang hendak mereka ketengahkan ternyata tidak memperdulikan pertembungannya dengan sunnah Rasululllah s.a.w. sendiri kerana menganggap ia adalah kesan budaya setempat dan machoisme kaum lelaki.

Sedang mereka ini tiada letih-letihnya mencari jalan meruntuhkan Islam dengan agen-agen di kalangan orang Islam sendiri, bagaimanakah para du'at kita mudah merasa letih, sudah banyak berbuat, cepat boring .... akhirnya kecundang dalam perjuangan ???

============================================================

Young Dutch Muslims get their own "polder mosque"


Radio Netherlands, Netherlands May 27 2008
By Michel Hoebink

For years it has been Mohammed Cheppih's dream: a "polder mosque", where young Dutch Muslims can feel at home and express their own experience of religion. His project is soon to be launched in the Amsterdam suburb of Slotervaart.

Many young Dutch Muslims don't feel at ease in the mosques attended by their parents and grandparents, which are often closely associated with a particular cultural group and country. Mohammed Cheppih calls them "homesickness mosques". The Imams often don't speak Dutch, preach in Arabic, and know nothing about Dutch society.

Dutch-mosqueSermons in Dutch

The mosque in Slotervaart, which will open informally in June, wants to offer young people an alternative. Dutch will be the language used in the mosque, also for sermons, says Mr Cheppih. Plus, the form of Islam will be free of cultural influences from other countries. The aim is to make it attractive to young people from a variety of cultural backgrounds, ranging from Moroccan and Turkish to Somali and Surinamese. Mr Cheppih is expecting young people from all over the country.

The mosque is to be more than just a place of worship, it will also host lectures and debates. Young people often find it hard to associate with their parent's experience of religion and many young Dutch Muslims have gone adrift. They are looking for an Islam that connects with their experience of modern life in the Netherlands, and Mr Cheppih wants to help them.

"We want to provide information and guide young people in their search for a religious identity."

He sees it as important that the mosque is entirely transparent and open to Dutch society. It even has a non-religious ethnically Dutch person on the board.

Tariq Ramadan

The project bears the clear hallmark of the Swiss-Egyptian theologian Tariq Ramadan, who was closely associated with the debate on Islam in Rotterdam. Mohammed Cheppih says he has been an important inspiration.

"Ramadan holds on to Islam on the one hand, but on the other hand he says, 'You've got to move with the times, develop, learn.'"

Mohammed Cheppih

It's striking that Mr Cheppih should be inspired by Mr Ramadan, a reformist and fierce opponent of Salafism. For a long time Mr Cheppih, known in the Netherlands for radical statements in the media was sympathetic towards this fundamentalist tendency. However, Mr Cheppih sees no contradiction between the views he used to hold and those he holds today.

His past interest in fundamentalist Islam was part of the struggle that has made him what he is.

"For years I was taught by Salafists. I really learnt a lot. But I don't like to cling to one particular group."

Extreme

The polder mosque's house brand of Islam will be "mainstream", a "consensus Islam" that emphasises similarities rather than differences. But the Mosque will also offer space for groups that hold views at the extreme ends of the spectrum, both reformists and Salafists.

"In our project we identify most with the vision of someone like Tariq Ramadan. But Ramadan agrees with us that within a mosque like this, a Salafist and a Muslim Brother will also be welcome."

Mr Cheppih thinks it's important that the mosque remains independent. He doesn't want to accept funds from anyone, from sponsors in the Middle East or the Dutch government. He hopes to be able to finance the project by renting out the bottom floor of the building to small businesses.

Men and women

In the polder mosque, says Mohammed Cheppih, men and women will pray together, with men at the front and women at the back and no division between them. The usual practice of men and women praying in separate rooms, he asserts, isn't based on anything in the Qur'an.

"It's a typical example of cultural influence on religion. There isn't a lawyer in the entire history of Islam who says that men and women aren't allowed to pray together."

Like the priesthood in the Roman Catholic Church, the role of Imam in leading a prayer is still reserved for men.

==========================

“Mekah Van de Polder”, Masjid “Liberal” Ala Belanda


Katagori : Dunia Islam
Oleh : Redaksi 26 May 2008 - 5:00 pm

imageBelanda akan punya masjid “liberal” Masjid yang dijuluki “Mecca of the Polder” ini membolehkan non-Muslim jadi pengurus. Pria dan wanita boleh shalat tanpa dipisah

Lingkungan Slotervaart, Amsterdam Barat sebentar lagi akan memiliki dua masjid baru. Salah satunya adalah masjid khusus remaja. Boleh jadi, inilah masjid gaya orang “liberal” di Belanda. Bagaimana tidak, jika tak ada halangan, masjid yang disebut dengan “Mecca of the Polder” ini selain membolehkan pengurusnya orang non-Muslim, juga menetapkan khotbah dalam bahasa Belanda.

Dengan alasan agar semua orang bisa kerasan, sang penggagas, Mohammed Cheppih (31), menginginkan masjid itu memasukkan kepengurusan orang-orang non-Muslim.

Jamaah laki-laki dan wanita bisa dapat shalat bersama, meskipun demikian, kaum wanita bisa juga shalat dengan tempat terpisah jika mereka menginginkan.

Menurut Cheppih, paling tidak, sedikitnya ada empat imam dari berbagai latar belakang budaya akan melakukan khotbah dan akan memperbicangkan tentang Islam dari berbagai sudut yang berbeda.

Pertengahan Mei depan, masjid “liberal” di Amsterdam Barat ini direncanakan sudah jadi dan dibuka.

Menurutnya, banyak kawula muda Muslim Belanda tidak merasa cocok dengan rumah ibadat generasi tua di mana, aturan-aturannya masih dianggap terlalu kuno.

Masjid generasi tua, katanya sering merupakan milik kelompok budaya tertentu, dan sangat berorientasi ke negara asal mereka, yakni Arab. Kebanyakan imam di masjid Belanda tidak menguasai Bahasa Belanda. Mereka juga dianggap tidak memahami kehidupan masyarakat Belanda. Sementara khotbah mereka dalam Bahasa Arab.

Kegiatan masjid ini dioperasikan di Rotterdam dan menyewa sebuah ruang dalam satu bangunan kantor berlantai dua. Selain dimanfaatkan untuk masjid, sisa ruangan yang lain akan disewakan kepada usaha kecil, guna keperluan pembiayaan masjid. Cheppih juga berharap mendapat donasi dana.

Kawula Muda
imageMenurut Cheppih, ajaran Islam yang akan dipraktekkan di sini, akan bebas pengaruh budaya negara asal (Arab). Dengan demikian, masjid ini akan menarik minat para kawula muda, dari berbagai macam latar-belakang budaya: Marokko, Turki, Somalia, Suriname, dan lain-lainnya. Ia berharap, banyak kawula muda dari seluruh penjuru Belanda, akan datang ke masjid ini.

Menurut rencana, masjid ini bukan akan cuma jadi tempat shalat saja. Masjid ini, juga akan menjadi tempat penyelenggaraan ceramah dan debat. Cheppih berpendapat, generasi muda sekarang tidak begitu memahami penghayatan agama orangtua mereka. Karena itu mereka gelisah. Mereka mencari-cari pemahaman Islam, yang bisa menjadi pedoman hidup mereka, dalam masyarakat moderen Belanda.

"Kami ingin memberi penerangan, dan membimbing para kawula muda, dalam pencarian identitas agama mereka," ujarnya.

Salah satu jajaran pengurus masjid yang non-Muslim adalah Marloes Kuijer (29). Kuijer bekerja untuk Samenwerking Arabische Jongeren di Rotterdam (Kerjasama Pemuda Arab).

Cheppih mengatakan, dirinya sudah memimpikan 'masjid model' seperti ini sejak 2006, namun ketika itu belum mendapatkan jawaban dan izin dari pemerinta kota setempat. Rencana arsitektur masjid dirancang dua orang arsitek muda Muslim Belanda. Jika akhirnya rencana ini menjadi kenyataan, gagasan Cheppih ini mungkin satu-satunya gagasan masjid paling “liberal” di dunia. (rnw/islamineurope.blogspot.com/cha/www.hidayatullah.com]

'Mesjid Polder'untuk Generasi Muda Muslim Belanda

Michel Hoebink
imageSudah beberapa tahun, Mohammad Cheppih memimpikan 'mesjid polder' Belanda, tempat kawula muda Muslim Belanda merasa kerasan, dan bisa menghayati ajaran agama mereka. Dalam waktu dekat, proyeknya akan diluncurkan di bilangan Slotervaart, Amsterdam Barat.

Banyak kawula muda Muslim Belanda tidak merasa cocok dengan rumah ibadat generasi tua. Mesjid generasi tua sering merupakan milik kelompok budaya tertentu, dan sangat berorientasi ke negara asal mereka. Itu semua "mesjid rindu kampung" kata Mohammad Cheppih. Kebanyakan imam di mesjid seperti itu tidak menguasai Bahasa Belanda. Khotbah mereka dalam Bahasa Arab. Dan mereka juga tidak memahami kehidupan masyarakat Belanda.

Bebas pengaruh budaya asal
imageMesjid di Slotervaart ini, yang akan mulai dibuka awal Juni nanti, masih bersifat informal, menawarkan suatu pilihan lain bagi generasi muda. Bahasa pengantar yang digunakan, jelas Cheppih, Bahasa Belanda. Dan imam mesjid akan berkhotbah dalam Bahasa Belanda. Dan ajaran Islam yang akan dipraktekkan di sini, akan bebas pengaruh budaya negara asal. Dengan demikian, mesjid ini akan menarik minat para kawula muda, dari berbagai macam latar-belakang budaya: Marokko, Turki, Somalia, Suriname, dan lain-lainnya. Cheppih berharap, banyak kawula muda dari seluruh penjuru Belanda, akan datang ke mesjid ini.

Menurut rencana, mesjid ini bukan akan cuma jadi tempat shalat saja. Mesjid ini, juga akan menjadi tempat penyelenggaraan ceramah dan debat. Generasi muda sekarang tidak begitu memahami penghayatan agama orangtua mereka. Karena itu mereka gelisah. Mereka mencari-cari pemahaman Islam, yang bisa menjadi pedoman hidup mereka, dalam masyarakat moderen Belanda. Dan Cheppih ingin menolong para kawula muda ini. "Kami ingin memberi penerangan, dan membimbing para kawula muda, dalam pencarian identitas agama mereka".

Karena itu, demikian Cheppih, mesjid ini mesti membuka diri dan juga terbuka bagi masyarakat Belanda. Bahkan, dalam jajaran pengurus mesjid, juga ada seorang warga Belanda, yang tidak beragama.

Ajaran Tariq Ramadan
imageProyek ini jelas mengikuti ajaran Tariq Ramadan, seorang keturunan campuran Mesir - Swiss, yang beberapa waktu lalu aktif terlibat dalam Islam debat di Rotterdam. Mohammad Cheppih menganggap Tariq Ramadan sebagai seorang penggagas penting. "Ramadan ini di satu pihak, tetap teguh memegang ajaran Islam. Di lain pihak, ia juga mengatakan, kita harus menyesuaikan diri dengan keadaan, mengembangkan diri, dan banyak belajar".

Bahwa kini Cheppih mengikuti pikiran Tariq Ramadan sebenarnya menarik. Ramadan adalah seorang penganjur pembaruan. Ia menentang keras salafisme. Sementara itu, di Belanda ini Cheppih sudah lama dikenal berkat berbagai pernyataan radikalnya di media. Ia lama dikenal sebagai pendukung fundamentalisme. Cheppih sendiri tidak melihat adanya pertentangan, antara apa yang ia yakini dulu, dan keyakinannya sekarang.

Dulu, minatnya pada Islam fundamentalisme merupakan bagian dari pergulatan, yang membawanya pada keadaan seperti sekarang ini. "Saya bertahun-tahun belajar dari para penganut aliran salafisme. Ketika itu, saya belajar banyak. Tapi, saya juga tidak mau mengikat diri, pada suatu kelompok tertentu".

Islam Konsensus
Mesjid polder ini nantinya akan menganut ajaran Islam "mainstream" atau arus utama. Suatu Islam Konsensus. Yang lebih menekankan persamaan, ketimbang perbedaan. Namun, mesjid juga akan memberi peluang bagi para penganut arus lain, baik dari kalangan pembaruan, mau pun kelompok salafis. "Pada proyek kami ini, dalam banyak hal, kami sejalan dengan pemikiran orang-orang seperti Tariq Ramadan. Dan Ramadan sendiri mendukung sikap kami, mempersilahkan orang-orang dari kalangan salafis dan Persaudaraan Muslim, untuk juga datang ke mesjid kami".

Selanjutnya Cheppih ingin menjaga kemandirian mesjid. Ia tidak mau menerima bantuan dana dari pihak mana pun. Tidak dari berbagai sponsor di Timur Tengah, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak mesjid lain. Juga, tidak dari pemerintah Belanda. Ia berharap, akan mampu membiayai proyek ini, dengan menyewakan lantai dasar bangunan mesjid, pada berbagai kegiatan usaha kecil. (rnw)

No comments: