Saturday, May 10, 2008

Senario Kebangkitan Islam Akan Datang

Memetik dari coretan Ust Syarwat di eramuslim.com, gambaran berikut sepatutnya membuat kaum muslimin optimistik bahawa Islam semakin diterima sebagai sistem yang menyeluruh untuk mencapai kesejahteraan umat manusia sejagat. Namun hadangan yang hadangan yang beliau gambarkan itu mesti dilenyapkan dahulu .... oleh tangan kita sendiri.


Coretan beliau .....................


Ada dua senario dalam kebangkitan Islam di masa yang akan datang.

Pertama: Melalui Bangsa Maju

Abad ke-21 ini memang era yang ajaib, sebuah era di mana orang-orang kafir berdondong-bondong masuk Islam. Eropa sudah mengalami Islamisasi hingga menurut Greet Wilder, jumlahnya sudah 54 juta orang.

Sementara bangsa-bangsa non muslim di Eropa sebentar lagi punah. Sebab mereka umumnya tidak mau punya anak. Bayangkan, sebuah peradaban punya pandangan untuk tidak punya anak. Dengan data dan rumus tertentu, kita dapat menghitung bila agaknya mereka akan punah, seperti gajah Afrika, harimau Sumatera dan panda di China.

Maka kabar gembira bahwa umat Islam akan menguasai Eropa sudah terjawab hari ini. Setidaknya kita sudah merasakan langsung bagaimana era kebangkitan muslim itu segera muncul.

Kedua: Melalui Bangsa Muslim

Yang masih menjadi tanda tanya besar adalah bangsa-bangsa muslim sendiri. Mereka memang sudah pernah mengalami kejayaan peradaban, dan kini sedang bertekuk di bawah kaki kekuasaan Barat.

Konfrontasi secara ketenteraan barangkali bukan pilihan sederhana, sebab semua unsur kekuatan ada di tangan musuh. Lagi pun selama hampir 50 tahun perang melawan Barat, bangsa-bangsa muslim tetap saja tetap di bawah hegemoni mereka. Memang secara fisikal kita tidak dijajah, tapi secara teknologi, ekonomi, politik, birokrasi, pengurusan dan gaya hidup, kita memang terjajah sungguh.

Dalam pandangan kami, kalau sekedar menguasai teknologi, rasanya tidak ada masalah. Nyaris semua teknologi yang ada di Barat sana, sudah dapat kita aplikasikan di sini.

Bahkan bukan sekedar kita beli sebagai hasil bentuk produksi, tetapi kita pun sudah punya begitu banyak para pakar di bidang yang produksinya belum ada di negeri ini.

Di Jepun, kami bertemu dengan sekian ratus mahasiswa program doktoral pelbagai bidang pengajian. Rupanya memang tidak sedikit orang-orang cerdik pandai dari kaum muslimin. Jumlahnya sudah tidak terhitung lagi.

Nyaris semua kota di Jepun yang ada IPT, diisi oleh para mahasiswa genius dari rantau Nusantara. Kualiti keIslaman mereka pun cukup membanggakan, termasuk juga perhatian mereka yang besar dalam masalah penerapan syariah dalam kehidupan.

Kalau dihitung-hitung, keberadaan mereka ini saja sudah menjadi aset penting untuk membangun teknologi di negeri kita. Secara rambang, kita boleh saja membangun peradaban secara fizikal menyamai kehebatan Jepun. Bahkan tidak mustahil lebih maju dari Jepun.

Kita boleh saja membina Shinkansen yang mampu memecut dengan kelajuan 450 km per jam. Teknologinya boleh dengan mudah diadaptasi. Bahkan banyak korporat pasti berebut untuk mengeluarkan dana sebab prospek bisnes sangat menggiurkan. Dan itu sudah dibuktikan di Jepun. Sejak mula pembinaannya hingga kini mereka sudah tinggal menikmati keuntungannya.

Rasanya bodoh sekali kalau di rantau ini kita tidak segera mencipta model Shinkansen, yang mungkin bisa saja lebih cepat dari yang ada di Jepun. Jadi jarak 1000 km cukup dirempuh jangka masa 2 jam, tanpa boarding, pemerikasaan dan ke lapangan terbang . Dalam waktu singkat, kalau birokrasinya jelas dan mendukung, pasti akan segera break event.

Titik Pangkal Masalah

Yang jadi masalah buat bangsa kita (baca : Indonesia ) ini justru pada mentalitinya. Di antaranya mental di kalangan para birokrat yang jadi broker. Tidak ada teknologi baru yang masuk dan didirikan, kecuali mereka minta 'bahagian'. Dan 'bahagian' ini sama sekali tidak jelas nilainya. Bisa sangat mahal dan menghabiskan waktu.

Belum lagi kekangan ketidak-tentuan alur birokrasi yang semakin rumit. Semua itu membuat teknologi menjadi sulit masuk ke negeri kita.

Berbeda dengan mentaliti para birokrat Jepun, di mana mereka sengaja menyiapkan 'pengambil-alihan' teknologi. Ketika Jepang dulu belum mampu membuat kereta, mereka kirim mahasiswa ke Amerika. Mereka juga membeli beberapa unit kereta untuk sample. Lalu mesin-mesin kereta itu dibawa pulang ke Jepun untuk diselidik dan dipelajari.

Awalnya hasil tiruan itu masih belum memberangsangkan kerana ada beberapa kompnen yang ternyata perlu kejituan tinggi. Hasil awalnya masih seperti motorsikal China yang kita kenal, mudah rosak .

Tapi lama-lama, mereka dengan tekun terus berjuang sehingga akhirnya menjadi industri automotif terkemuka di dunia. Bahkan bangsa Amerika pun mengimport kereta dari Jepun. Kereta ronda jabatan polis CHIPS di California bermerek Honda.

Jadi yang membezakan antara bangsa kita dan Jepun justru pada mentaliti dan pola birokrasi para penguasa. Bukan sekedar urusan iman dan ibadah. Percuma saja punya iman tinggi tapi tidak diterjemahkan dalam bentuk sikap dan mental.

Iman Teoritikal

Model iman bangsa-bangsa muslim kebanyakannya hanya sebatas teori tauhid rububiyah dan uluhiyah, itu pun hanya sekedar hafalan di buku pelajaran. Atau sekedar mampun untuk menghukum orang lain sebagai ahli bid'ah dan ahli syirik.

Tapi iman model begitu itu tidak menghasilkan sesuatu yang produktif dan boleh membangun peradaban. Itulah sebabnya bangsa Jepun sampai hari ini belum lagi kita lihat tertarik masuk Islam.

Sebaliknya, ada sekian banyak sunnatullah yang justru saat ini kita tidak penuhi. Misalnya, bagaimana korupsi berjamaah itu masih saja menjadi 'anutan' bangsa kita. Juga penyalahgunaan kuasa dan wewenang hanya untuk mengumpulkan kekayaan pribadi. Ironinya, mereka inilah justeru yang menjadi penghalang kemajuan dari segi teknologi.

Jadi kendala kita yang sebenarnya adalah negeri kita dipimpin oleh orang 'jahat' yang terlantik oleh kejahatan yang terbit dari diri kita yang memilihnya. Begitu 'orang jahat' itu diganti, para penggantinya pun cenderung jadi jahat juga. Intinya cuma bergantian saja, siapa yang jadi penjahat. Hari ini si fulan jadi tokoh jahat, besok gantian, lawan politiknya yang jadi penjahat.

Rupanya jawatan itu seringkali mengubah orang jadi jahat. Terkadang orang yang tadinya baik, begitu jadi jawatan akhirnya ikut juga jadi jahat.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc


No comments: