Sunday, October 15, 2006

Nasyid Kristian di Indonesia

(Ubahsuai ke Bahasa Melayu/Malaysia oleh Pemilik Blog)
Kaedah Dakyah Murtad Terkini : Nasyidh Nasrani
Fakta 15 Oct, 06 - 5:06 am

Biasanya, lirik nasyid mengandungi mesej dakwah dan peringatan bagi umat Islam. Meski bukan warisan Nabi, nasyid diminati kebanyakan umat Islam Indonesi dan ia dianggap sebahagian dari budaya Islam. Namun para peminat nasyid harus waspada kerana sentuhan seni ala nasyid (kini) boleh jadi alat untuk membawa dakyah murtad oleh para muballigh Kristian.

Di Lamongan, Jawa Timur seorang muballigh Kristian telah mengeluarkan album nasyid Nasrani yang mengandung enam lagu berbahasa Arab dan dua lagi berbahasa Indonesia dan Ibrani. Keenam lagu berbahasa Arab itu berjudul "Isa Almasih Qudrotulloh"(Isa adalah Kuasa Allah), "Allahu Akbar"(Allah Maha Besar), "Laukanallohu Aba'akum"(Jika Allah adalah Bapamu", "Isa Kalimatullah"(Isa adalah Kata-kata Allah), "Ahlan Wasahlan Bismirobbina"(Selamat Datang Wahai Tuhan Kami), "Nahmaduka Ya Allah"(Kami Memujimu Ya Allah ). Pada kulit album sepanjang 40 menit itu terdapat hiasan kaligrafi khas Arab yang melingkari kata "Ta'alau ilayya"(Datanglah kepada-Ku). Orang awam mudah keliru dan menyangka tulisan Arab itu sebagai kaligrafi al-Qur'an. Padahal, kaligrafi ini berbunyi : "Ta'alauu Ilayya ya jamili'al mu'tabiina watstsaqiilii al-ahmaali qa ana urihukum. Kalimat ini adalah terjemahan bahasa Arab Injil Matius 11:28-30, "Marilah kepadaku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberi kelegaan kepadamu."

Dalam pengantarnya, vokalis yang mengaku kononnya dia adalah mantan "ustaz" ( ye ke ni ? ) dari Lamongan itu menulis, "Syukron Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus karena begitu besar kasih karunia-Nya sehingga album ini dapat disiapkan dengan baik tanpa halangan suatu apapun. Kami sangat berharap, dengan album bahasa Arab ini, boleh menjadi berkat untuk semua orang dan dapat dimengerti serta diterima oleh semua masyarakat. Selain daripada itu, semoga lagu bahasa Arab ini dapat mengubah paradigma masyarakat akan ajaran Kristian secara benar."

Jelas sudah, lagu Kristian berirama padang pasir ini bertujuan menjajakan ajaran Kristen dan doktrin Ketuhanan Yesus pada semua orang. Langkah ini salah besar, karena bertentangan dengan ajaran Yesus.

Pertama, Yesus tak pernah memerintahkan para muridnya untuk memanjatkan puji syukur padanya. Injil Lukas mengisahkan, seorang pengemis buta di Jericho yang disembuhkan Yesus dengan izin Allah hingga dapat melihat, bergembira dengan bersyukur pada Allah, bukan pada Yesus (Injil Lukas 18:35-43). Seluruh rakyat yang menyaksikannya pun turut memuji-muji Allah, bukan Yesus. Ketika memasuki kota Jerusalem dengan menunggang keledai, Yesus diiringi murid-muridnya dengan gembira seraya memuji Allah, bukan Yesus (Lukas 19:35-37).

Para Nabi dalam Perjanjian Lama juga tak ada yang memanjatkan puji-pujian pada Yesus. Mereka hanya memuji dan bersyukur pada Allah. Nabi Daud mengajarkan untuk memuji Allah (I Samuel 25:32, Mazmur 41:14, mazmur 113:1, Mazmur 150:1). Selain itu, memanjatkan puji syukur pada Yesus nertentangan dengan Alkitab.

"Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan" (Daniel 2:20)

Kedua, Yesus menyeru kepada murid untuk menyebarkan ajarannya hanya pada "domba-domba yang hilang" dari umat Israel. Mewartakan ajaran Yesus pada bangsa lain adalah sebuah penyimpangan di mata Yesus (Injil Matius 10:5-6)

Pada side A di mulai dengan lagu "Isa Almasih Qudrotulloh". Liriknya antara lain berbunyi, "Isa Almasih Qudrotulloh. Lianna fiihi a'laanallohu. Ana huwa thooriiqu walhaqqu walhabaatuhu. Laa baaji'uu ahadun ilal aba illa bib". Dalam album ini, kalimat tersebut diertikan : "Isa Almasih kekuatan Allah, di dalam dia nyata kebenaran-Nya. Akulah jalan, kebenaran dan hidup, tak seorangpun yang datang kepada Bapa kecuali melalui aku."

Para muballigh menganggap, umat islam akan tertipu dengan hal - hal yang berbau Arab. Mereka berharap, umat Islam boleh diheret kepada doktrin Kristen melalui "budaya Islam" sendiri. Padahal, umat Islam tak sebodoh itu.

Umat Islam justru akan tertawa, mencibir alunan muballigh ini. Apatah lagi, syair yang didendangkan menyalahi kaidah bahasa Arab.

Kata "al-qudrotu" dan "al-hayatu" yang seharusnya ditulis dengan huruf ta' marbuthph (tertutup) justru ditulis dengan huruf ta' maftuhah (terbuka). Kata "almasiihu" ditulis tanpa memakai huruf "ya". Kata "ath-thoriiqu" yang seharusnya "ma'rifah" (definite) tulis "nakirah" (indefinite). Kata "al-hayaatu" yang sudah jelas ma'rifat, dijadikan mudhof (disandarkan) pada dhomir (kata ganti) "hu" (dia). Ini membuktikan, muballigh yang mengaku dirinya bekas 'Ustaz" itu cukup meragukan.

Syair "Lianna fiigi a'laanallohu" yang diterjemahkan menjadi "di dalam dia nyata kebenaran-Nya", sama sekali tak jelas maksudnya. Kata "a'laan" berasal dari "a'lana-yu'linu" yang berarti "mengumumkan". Kata "i'laan" berarti "pengumuman".

Di dalam Bahasa Melayu diserap menjadi "iklan". Maka "lianna fiihi a'laanallohu" tak bisa diterjemahkan dengan tepat karena akan menyalahi kaidah bahasa Arab. Dalam injil berbahasa Arab, syair ini terdapat dalam tulisan Paulus yang memusuhi Yesus. "Lianna fiihi mu'lanun birrullohi" (sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah). (Kitab Roma 1:17).

Syair yang paling ketara silapnya adalah "Ana huwa thoriiqu wal-haqqu wal-habaatuhu. Laa baaji'uu ahadun ilal aba illaa bib". Jika kalimat ini ditanyakan pada orang Arab, mereka tidak ada yang paham. Kalimat ini diambil dari Injil Yohanes 14:6 yang sangat populer di gereja. Dalam ayat ini, teks Arab yang benar adalah "ana huwa ath-thoriiqu wal-haqqu wal-hayaatu. Laisa ahadun ya'tii ilal aabi illaa bii".

Jika para muballigh Kristian tak mahu disebut "Ente Bahlul", sebaiknya nasyid ini ditarik dari peredaran.

(bersambung/sabili)

Tuesday, October 10, 2006

A Poem by Amatullah Armstrong

Travelling
towards the Truth,

the self seeking the Light.



Not
the light of the stars

nor that of the moon.

Greater even than

the splendour of the sun.


Slowly
the self breaks its fetters.

The moment of return has arrived.


The
“Bird of Paradise”

rises from the carpet,

soars through the firmament

and onwards!


To
the Source of All Light.


And
truly,

the sky is not the limit

for this yearning bird-flower self!

Menyingkap Hijab

Saudaraku,

Terbukanya hijab antara kita dengan Allah adalah sumber ketenangan dan kebahagiaan hidup. Apabila hijab telah tersingkap, semua yang kita alami hanyalah nikmat belaka. Manakan tidak sedangkan kita tengah merasakan kehadiran Allah Azza wa Jalla. Lebih jauh lagi, kita akan "melihat" Allah dalam setiap kejadian. Inilah keindahan tak bertepi.

Patutlah Rasulullah SAW merasa hairan terhadap orang-orang Mukmin orang yang telah terbuka hijabnya. Sebab semua yang dialaminya selalu berbuah kebaikan. Diberi kenikmatan ia bersyukur, dan syukur itu baik baginya. Demikian pula ketika ia diberi ujian, ia bersabar, dan sabar adalah kebaikan baginya. Dengan sabar ia pun bisa lebih dekat lagi dengan Allah.Orang yang telah makrifat dan terbuka hijabnya, hatinya dipenuhi keyakinan bahwa Allah akan selalu menolong.

Lihatlah bagaimana ketika Da'tsur menodongkan pedang ke leher Rasulullah SAW," Wahai Muhammad, siapakah yang akan menolongmu sekarang?"
"Dengan gaya yang begitu yakin beliau menjawab .... Allah!"
Serta-merta Du'thur merasa badannya gementar. Pedangnya langsung terjatuh. Rasulullah, dengan izin Allah, mampu melakukan hal tersebut, karena beliau tidak ada lagi hijab dengan Allah. Keyakinannya mendatangkan pertolongan Allah. Kata-katanya tak ternilai dan sangat berbobot.

Ciri khas orang yang telah makrifat adalah lebih fokus pada dalang dari pada wayang. Hatinya akan lebih tertambat pada Allah dari pada kepada makhluk. Boleh jadi penglihatannya sama dengan orang lain. Namun ada nilai tambah dari penglihatannya tersebut. Melihat wang misalnya. Orang yang hatinya terhijab dari Allah, melihat wang hanya dari bendanya saja, bahkan bagaimana dengan uang tersebut syahwatnya terpuaskan. Tidak demikian dengan orang yang ma'rifat, hadirnya wang adalah hadir syukur. Hadirnya wang membuat keinginannya menggebu untuk sentiasa dekat dengan Allah. Tak hairan, dengan ma'rifat, puncak-puncak kemuliaan akhlak akan menjadi bagian dari diri.

Orang-orang makrifat itu jumlahnya sangat sedikit. Mereka boleh datang dari kalangan mana saja, tidak semestinya dari kalangan ulama. Boleh jadi seorang tukang sapu, pegawai rendahan, pedagang, pekerja, dsb. Cirinya sangat ketara kerana matlamat hidup mereka sentiasa bertumpu kepada Allah. Kesannya, hidup mereka sangat terpelihara. Dipuji dicaci, ada wang atau tidak sama saja bagi mereka. Ia tidak mempersoalkan kaya atau miskin, cantik atau tidak, sebab ia yakin bahwa semua ada dalam kekuasaan Allah. Semua mengandung kebaikan yang akan mendekatkannya kepada Allah. Alangkah indahnya bila kita termasuk salah seorang dari mereka!

Bila terbukanya hijab menjadi sumber ketenangan dan kebahagiaan hidup, maka sebaliknya, tertutupnya hijab dan butanya hati dari mengenal Allah menjadi sumber kesengsaraan dan nestafa dalam hidup.

Saudaraku,

Rasa cemas, muak, marah, tertekan serta tidak tenang akan lahir bila kita lebih fokus pada makhluk dibanding kepada Allah Al Khalik. Ibnu Atha'ilah mengungkapkan, "Sesungguhnya yang menyebabkan kerisauan hati dari segala sesuatu itu, disebabkan karena mereka masih terhijab (tidak melihat Allah dalam apa yang mereka lihat), tetapi andaikan mereka telah melihat Allah dalam tiap sesuatu, pastilah hatinya tidak lagi merasa risau."

Bagaimana caranya supaya boleh makrifat? Bagaimana kita boleh menyingkap hijab diri? Tiap-tiap orang memiliki hijab yang berbeza. Ada yang terhijab karena harta. Tandanya ia sangat takut kehilangan harta, hati dan pikirannya hanya disibukkan harta. Latihan menyingkapnya adalah dengan banyak memberi, usahakan memberi apa yang disenangi.

Ada pula yang terhijab oleh kedudukan. Cirinya bangga terhadap kedudukan yang disandang dan sangat takut kehilangan. Maka cara membukanya adalah menanamkan keyakinan bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Imam Al Ghazali mencontohkan. Saat sedang berada di puncak kerjaya, tidak segan-segan ia mengambil sampah, membawakan barang-barang di pasar, dan sebagainya. Sesuatu yang dianggap orang pekerjaan hina.

Ada pula yang hijabnya kecintaan yang berlebihan terhadap pasangan hidup, anak, keluarga, ilmu, atau pun lawan jenis yang belum halal. Bahkan ada pula yang hijabnya berlapis-lapis. Bila demikian, maka usaha untuk membuka hijabnya harus luar biasa beratnya. Intinya, hijab dunia latihannya dengan zuhud, ibadah dan doa. Berlatihlah untuk banyak mengingat Allah, di mana pun dan kapan pun. Pahami keutamaannya. Melihat apa pun kaitkanlah selalu dengan Allah, jangan hanya kepada makhluk. Wallaahu a'lam.


( Diadaptasi dari KH Abdullah Gymnastiar di Republika )

Jangan Pendang Rendah orang Berdosa

Jangan Memandang Rendah Orang Berdosa

"Kemaksiatan yang menimbulkan rasa rendah hati dan harapan (akan rahmat dan kasih sayang Allah) lebih baik daripada taat yang membangkitkan rasa mulia diri dan keangkuhan." (Ibnu Atha'ilah).

Di suatu masa dahulu, ada seorang 'abid (ahli ibadah) dari kalangan Bani Israil. Masa sehariannya sentiasa diisi dengan taqarrub kepada Allah. Karena kesalehannya, Allah SWT selalu melindunginya. Ke mana pun ia pergi, awan-awan akan bergerak melindunginya dari sengatan sinar matahari, sehingga badannya tidak kepanasan.

Suatu hari, Allah SWT mempertemukan ahli ibadah ini dengan seorang wanita pelacur. Saat melihat sang 'abid, timbul dalam hati pelacur ini keinginan untuk bertobat. Ia mendekati 'abid ini dengan harapan agar ia sudi memintakan ampun kepada Allah. Namun apa yang terjadi? Saat pelacur itu mendekat, timbullah rasa jijik dalam hati sang 'abid. Dengan kata-kata menyakitkan, ia mengusir pelacur tersebut untuk menjauh darinya. Ia merasa dirinya suci dan takut kesuciannya ternoda oleh seorang pelacur rendahan.

Rasulullah SAW menceritakan akhir kisah ini bahwa Allah mengampuni seluruh dosa pelacur itu dan mencabut keistimewaan sang 'abid serta membatalkan semua amal yang pernah dilakukannya. Allah telah meletakkannya pada kedudukan yang hina. Sampai-sampai seorang lelaki berani memijak tengkuk ahli ibadah ini semasa ia bersujud di tempat tafakurnya.

Ibnu Atha'ilah dalam kitab Hikam mengulas kisah ini, "Sesungguhnya, kemaksiatan yang menimbulkan rasa rendah hati dan harapan (akan rahmat dan kasih sayang Allah) lebih baik daripada taat yang membangkitkan rasa mulia diri dan keangkuhan."

Saudaraku, tidak ada manusia sempurna di dunia ini, selain Rasulullah SAW. Semulia dan setinggi apa pun derajat seseorang, pasti ia pernah melakukan dosa dan kesalahan. Karena itu, tidak sepatutnya kita menghina dan merendahkan orang karena kesalahan dan dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Ketahuilah, saat kita menghina dan merendahkan mereka, sebenarnya saat itu pula kita telah merendahkan dan menginakan diri kita sendiri. Kecuali terhadap orang-orang yang memang telah direndahkan Allah.

Hakikatnya, selain dengan amal ibadah, Allah pun boleh sahaja mengangkat darjat seseorang karena dosa-dosanya. Bagaimana mungkin? Saat seseorang berdosa dan menyesali dosa-dosa yang dilakukannya, kemudian terus-menerus meminta ampun kepada Allah, ia pun gigih menjauhi dosa, serta berusaha menebus dosa-dosa tersebut dengan kebaikan, maka yakinlah, saat itu pula Allah SWT akan mengangkat darjatnya.

Firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS At Tahriim [66]: 8).

Saudaraku, jangan pernah menghina dan merendahkan orang lain karena kekurangannya. Apalagi kalau sampai meenghebahkannya samapai diketahui orang ramai. Kita dianggap baik oleh orang, hakikatnya karena Allah masih menutupi aib-aib kita. Jangan sampai anugerah Allah ini kita khianati. Menurut Rasulullah SAW, saat kita gemar membuka aib orang lain, maka Allah pun akan membukakan aib dan kekurangan kita kepada orang lain. Na'uzubillah! Maka jadikan diri kita umpama kuburan bagi aib orang lain. Saat mendengar aib saudara kita, segera kubur dan jangan sampai ia terdedah kecuali dalam keadaan yang dibenarkan agama.

Bagaimana caranya agar kita boleh bersikap adil melihat diri dan orang lain, supaya kita tidak terjebak ke dalam sikap merendahkan orang dan menganggap mulia diri? Berani mengakui kebaikan dan kelebihan orang lain. Bijak terhadap kekurangan dan kesalahan orang lain. Lihat kekurangan diri sendiri. Serta lupakan jasa dan kebaikan diri. Wallaahu a'lam.

( Diadaptassi dari Kolum KH Abdullah Gymnastiar di REPUBLIKA)